Saturday, 23 September 2017

[Cerpen] - Bangku

Bangku
Karya : Cynzgreen

Rasanya, hari ini begitu terik. Nayla berjalan di sepanjang taman dengan keringat di sekujur tubuhnya. Ia heran, di sepanjang jalan taman itu banyak pepohonan, namun masih saja terasa panas. Sampailah pada saatnya Nayla melihat sebuah bangku di taman itu. Bangku itu diteduhi oleh pohon beringin yang sangat besar. Walau pohon beringin itu terkesan menyeramkan, ia merasa ia perlu mengistirahatkan badannya itu sejenak. Ia pun berjalan ke arah bangku tersebut dan duduk di sana. Ia menghempaskan tubuhnya di atas bangku. Peralatan yang ia miliki sebagai seorang calon sarjana teknik tersebar di atas rerumputan. Lelah, itulah yang ia rasakan. Ia menarik nafas dalam – dalam dan menghembuskannya sekencang mungkin. Ia lalu memejamkan matanya dan tanpa sadar ia terlelap.
***
Ia membuka matanya, kemudian ia melihat ada sesosok lelaki berdiri di hadapannya.
“Bolehkah aku duduk di sini untuk sementara ?“
“Oh, silahkan. Maaf.“ Nayla segera duduk, membereskan baju dan peralatan tekniknya.
Lelaki jangkung itu tersenyum ke arahnya. Kemudian ia melirik Nayla dan kembali tersenyum. Nayla tersipu malu. Lelaki itu mengulurkan tangan dan mengucapkan namanya,
“Rino.”
“Nayla.” Nayla membalas uluran tangan itu.
“Apa kabar ? Baik ?”
Nayla melihat wajah lelaki itu. Garis wajahnya jelas. Kulit sawo matangnya menambah kesan gagah pada dirinya. Leher yang jenjang dan gaya rambut klinis menambah daya tarik lelaki yang kini ada di sampingnya. Nayla lalu menjawab dengan iringan senyum yang sangat manis.
“Baik. Kamu ?”
“Baik. Sangat baik.” Rino masih tersenyum ketika menatap kedua bola mata Nayla yang indah. Terbentuk lesung pipi Rino yang membuat lelaki itu semakin sedap untuk dipandang. Hembusan angin yang lewat membuat mereka secara serentak menghirup nafas dalam – dalam. Karena sadar mereka berdua melakukan hal itu secara serentak, pecahlah tawa di antara mereka. Rasa segar dan tenang menyelimuti mereka berdua. Tidak berapa lama setelahnya, Rino menggenggam tangan Nayla dengan lembut.
“ Aku pamit ya. Masih ada urusan lagi.” Kemudian Rino membelai rambut Nayla dan mengecup kening gadis itu. Terasa seperti tetesan air di atas kepala Nayla. Nayla membatin, apakah itu tetesan hujan ataukah air mata ?
“ Selamat tinggal.” Rino berjalan menjauhinya.
“ Iya! Sampai jumpa kembali !” Nayla melambai ke arah Rino. Rino tersenyum, lalu membalikkan badannya. Kemudian, bayangnya pun perlahan menghilang dari pandangan Nayla. Nayla tersenyum dan kemudian melanjutkan tidurnya.
***
“ Ting tong ! Permisiii !”  Suara gaduh itu membangunkan Nayla.
“ Iya sabar !” Jawab Nayla dengan sedikit ketus.
“ Sabar mbak... “ Lelaki itu menghempaskan peralatan lukisnya. Tergabunglah sebaran barang Nayla dan barang lelaki itu.
“ Eh ! Nanti kau beresi tuh !” Ucap Nayla sambil menunjuk – nunjuk ke arah barang – barang yang berserakan itu.
“ Iyaaa. Amaaan.” Ia lalu membuka topinya. Teurailah rambut panjangnya yang terlihat jelas bahwa rambut itu terawat dengan baik. Nayla dengan mudah menebak bahwa ia pasti murid dari fakultas seni. Lelaki itu kemudian duduk dengan kaki kiri yang menopang kaki kananya. Ia melihat ke arah Nayla dan mengulurkan tangannya sembari menatap sinis.
“ Jack. “ Kata lelaki itu ketus dan bernada angkuh.
“ Sombong banget ! Nama palsu lagi. Ogah ! “ Nayla membuang wajahnya.
“ Eh lu ! Sok jual mahal banget sih ! Cuma mau kenalan doang ! “ Lelaki itu berdiri lalu bertegak pinggang sambil menatap kesal Nayla.
Terpancinglah emosi Nayla. Ia ikut berdiri dan juga bertegak pinggang.
“ Eh, lu duluan yang cari masalah ! Ini tempat gue duluan yang dapat !”
“ Asem !”
“ Lu yang asem !”
Semakin lama semakin mendekat wajah mereka, hingga pada suatu jarak yang cukup dekat, mereka berhenti bergerak. Mereka saling menatap dan setelahnya secara serentak membuang wajah. Lalu mereka duduk di bangku dengan membalikkan badan. Mereka tidak ingin saling melihat satu sama lain.
Diam mengisi kekosongan mereka dalam jangka waktu yang cukup lama. Akhirnya lelaki iulah yang membuka suara terlebih dahulu.
“ Maaf. Maksudku datang bukan untuk begini jadinya. Aku Tristan dan kali ini bukan nama palsuku. “
Nayla masih diam dan berusaha sekuat tenaga untuk tidak melirik ke arah lelaki tersebut. Badannya masih ia condongkan bukan ke arah Tristan.
“ Jack itu cuma candaan aja. “ lanjut Tristan.
Nayla masih diam. Secara mendadak, Tristan memeluk Nayla dari belakang. Nayla mencium bau parfum kesukaannya, Bvlgari. Walaupun penampilannya sedikit berantakan, sebenarnya lelaki ini sangat merawat tubuhnya dengan baik.
“ Maaf. Tidak begini yang sebenarnya aku inginkan. “ Tristan semakin mengeratkan pelukkannya.
Nayla merasa ada tetesan yang lagi – lagi jatuh di atas kepalanya. Apakah Tristan menangis atau memang langit yang sedang ingin merintikkan air matanya ?
“ Aku ingin bertanya, apa kabarmu hari ini. “, lanjut Tristan. Ia kemudian melepas peluknya, dan membereskan barang – barang yang berserakkan di atas rumput. Sebelum ia pergi, ia berkata kepada Nayla.
“ Jaga dirimu baik – baik ya. “ lalu ia berlalu.
“ Tunggu ! ” kata Nayla. Lelaki itu menghentikan langkahnya.
Nayla berlali mendekatinya, “ Namaku Nayla. Maaf juga atas sikapku tadi yang kurang dewasa. Aku baik – baik saja. “
Lelaki itu tersenyum dengan manis sekali, “ Baguslah kalau begitu. Aku pamit dulu ya. “ Sebelum ia kembali melanjutkan langkahnya, ia mengecup dahi Nayla. Nayla terpaku. Lelaki itu kemudian melambaikan tangannya dan kembali melanjutkan langkahnya hingga bayangnya pun tidak dalam jangkauan penglihatan Nayla. Nayla merasa sedikit pusing. Sudah dua kali tidurnya terganggu. Ia kembali ke bangku dan melanjutkan tidur siangnya.
***
Karena sudah pegal, Nayla memiringkan kepalanya ke arah kanan. Saat ia telah mengubah posisi kepalanya, ia merasa bahwa kepalanya bersandar pada teman yang nyaman. Ia membuka matanya, ia langsung terkejut. Ternyata, kepalanya telah bersandar pada pundak seorang lelaki. Ditatapnya wajah lelaki itu. Tampan, satu kat itulah yang terbesit dalam benak Nayla. Nayla kemudian meminta maaf.
“ Oh, tidak apa – apa. Silakan. “
Nayla tersipu malu. Ia merapikan pakaian dan rambutnya. Lelaki itu tertawa kecil melihat Nayla yang menjadi salah tingkah. Ia kemudian meraih tangan Nayla dan menggenggamnya dengan mesra. Nayla dengan manja menyandarkan kepalanya ke pundak si lelaki.Pundah yang lebar, sungguh menghangatkan. Hal itu membuatnya semakin betah untuk bersandar lebih lama.
“ Aku selalu menanti senja. “ Ucap lelaki itu. Menghela nafas, lalu melanjutkan kalimatnya, “ Saat kita pertama kali bertemu, kamu, dengan pakaian manismu membuatku lupa akan diriku sendiri. Kuberanikan diriku untuk menemuimu dan mengajak dirimu untuk saling mengenal satu sama lain. Kamu menanggapi semuanya dengan baik.”. lelaki itu berhenti sejenak sembari membelai rambut Nayla dengan lembut. Nayla tetap sedia untuk mendengarkan.
“ Sampai pada akhirnya, aku tidak dapat menahan semuanya. Aku menyatakannya ketika mentari senja
hendak berpulang ke rumahnya. Pemandangannya indah dan sambutan hangat darimu. Aku tidak akan melupakan masa itu. Masa, di mana kita menjadi sepasang kekasih pada dunia yang sama. “
Tanpa sadar, Nayla meneteskan air matanya.
“ Ra...Ramon ? “
Lelaki itu tersenyum. “ Iya, Apa kabar ? “ kemudian ia mengecup dahi Nayla.
“ Ramon ! “ Nayla langsung memeluknya dengan erat. “ Aku rindu padamu ! Sangar Rindu ! “ kata Nayla diiringi isak tangis.
“ Aku pun juga begitu. Sampai jumpa di lain waktu. “
“ Ramon ! Jangan tinggalkan aku ! Maafkan aku ! “
Nayla terbangun. Yang ditatapnya untuk pertama kali adalah Vena, teman sekelasnya.
“ Lu horor banget dah. Tidur, mimpi sampai ngigau teriak – teriak gak jelas gitu. Ayo bangun, beresin barang – barang lu. Udah gerimis. Mau masuk kelas juga, kan ? “
Nayla masih terdiam. Barang – barangnya justru dibereskan Vena. Ternyata, semuanya hanya mimpi. Hampir semua orang yang berada di taman menatap Nayla dengan aneh, namun Nayla tidak begitu mempedulikan mereka. Nayla menguap, lalu ikut membantu Vena dan berlalu dari sana menuju ke kelas.
***
Rino adalah salah satu sahabat paling dekat yang Nayla miliki. Saat itu mereka kelas 2 SMA. Rino wafat ketika ia hendak kembali dari liburan panjang kenaikan kelas. Kecelakaan bus membuatnya harus berpisah dengan Nayla untuk selamanya.
Tristan juga merupakan salah satu sahabat terbaik yang Nayla sayangi. Awal perkenalan mereka memang diiringi dengan perkelahian. Tetapi, seiring berjalannya waktu, ternyata mereka semakin mengenal bahwa satu sama lain adalah sahabat yang sangat perhatian. Sejak saat itu, perkelahian besar tidak pernah ada di antara mereka. Tristan wafat karena penyakit demam berdarah.
Ramon adalah cinta dan sekaligus kekasih pertama Nayla. Mereka pertama kali berkenalan ketika Nayla memasuki semester kedua dan Ramon semester ke empat. Saat itu, di kantin, mereka memesan menu yang sama. Secara spontan mereka berdua tertawa bersama. Itulah awal perkenalan mereka. Seiring berjalannya waktu dan komunikasi yang selalu terjalin di antara mereka, Ramon menyatakan cintanya dan Nayla menyambutnya dengan sangat baik.
Tetapi, kisah romantis mereka tidak berjalan mulus sesuai dengan kehendak mereka. Ketika itu, Nayla dan Ramon sedang bertengkar hanya karena masalah yang sepele. Cemburu. Ya, Nayla cemburu pada seorang gadis yang selalu berusaha mendekati Ramon. Ramon sudah memberi penjelasan bahwa hanya Nayla yang ada di hatinya, namun Nayla masih enggan untuk berbicara pada Ramon. Seminggu sudah berlalu tanpa suara Nayla. Ramon tidak betah dengan keadaan seperti ini. Ingin segera ia menyelesaikan masalah itu agar senyum yang ia rindukan dapat ia liaht kembali. Pada malam hari, dengan kecepatan tinggi, motornya melaju menuju rumah Nayla. Tetapi, nasib naas menimpanya, ia menabrak truk besar yang berhenti di pinggir jalan sehingga ia terpental dan langsung meninggal di tempat.
***
Selama pelajaran berlangsung, Nayla tidak dapat memfokuskan dirinya. Ia melihat ke jendela dan menatap langit biru cerah dengan seksama. Ia membatin,

 Kalian yang kukasihi, apa kabar di sana ? 

Saturday, 16 September 2017

[Puisi] - Apakah ?

Apakah ?

Apakah
Kamu masih mengingat diriku?
Masihkah kamu mengenali suara dan tulisan – tulisanku?
Ataukah
Kamu telah melupakan semuanya?
Semua kenangan
Yang telah kita ciptakan selama ini?

Aku sadar
Mungkin kini kamu telah bersama dia

Aku tak memiliki hak atas
Candamu,
Tawamu,
Serta senyummu

Kasihmu adalah miliknya,
Sang pengisihi hatimu

Namun aku mengantar surat ini
Tidak untuk memaksamu untuk kembali kepadaku

Aku
Hanya ingin mengatakan ‘maaf’ padamu
Sebelum aku pergi menjauh untuk selamanya

Cynzgreen
11/07/2013

Saturday, 9 September 2017

Saturday, 2 September 2017

52 Pieces of Art #1 - Cynzgreen




Halo, September 2017 !

  Dalam setahun ke depan, setiap sabtu, blog ini akan mem-post karya - karya saya. Contohnya : puisi, cerpen, gambar, ataupun fotografi. Kali ini akan tepat setahun karena jumlah karya yang saya persiapkan sudah mencukupi untuk jumlah minggu dalam setahun.
  Semoga teman-teman dapat menikmati hasil karya saya :)



" Dreams Don't Work Unless You Do. " - John C. Maxwell


---
Picture is made by using canva.com