Saturday 28 July 2018

[Puisi] - Tanpa Judul

Tanpa Judul

Kudengar langit berbisik padaku
Gumamannya jelas
Bahwa ia jengkel pada manusia
Yang selalu mengutuk pada apa yang ada
Dalam jangka yang tak sebentar
Dan berulang – ulang.

Cynzgreen, 27 – 06 – 2014

Saturday 21 July 2018

[Puisi] - Tak Bisa Berhenti

Tak Bisa Berhenti

Jemari ini tidak dapat berhenti menulis
Kata demi kata
Kalimat yang menjadi bait
Hati yang menjadi damai
Dan nyawa yang menari – menari di lautan tenang

Aku hidup jika menulis
Rasa yang meledak – ledak
Kegembiraan yang meluap
Aku bahagia.

Cynzgreen, 25 – 11 – 2014

Saturday 7 July 2018

[Cerpen] - Senyuman Terakhir Ibu

Senyuman Terakhir Ibu
Karya : Cynthia Novelia

Aku punya sebuah cita – cita sederhana. Cita – cita itu adalah melihat ibu tersenyum kembali. Aku akan mesyukuri hidupku jika aku bisa melihat senyum ibu lagi. Mengapa ? Itu semua karena kini aku tidak akan dapat melihat senyum ibu untuk selamanya. Jika mujizat terjadi, barulah hal itu memungkinkan untuk kulihat kembali.
Kendalanya, ibuku kini terjerat oleh penyakit stroke. Yang akan selalu kusesali, yang memperparah stroke itu adalah aku. Akulah pelakunya. Aku dihukum karena aku ketahuan merokok di dalam toilet sekolah. Ketika ibu mengetahui berita ini langsung dari ibu penasehat akademisku, ibuku jatuh pingsan. Sejak saat itulah semua terasa gelap.
“ Bu... Senyum, Bu. Maafkan Endang, Bu. Endang janji gak akan berbuat begitu lagi. “
Masih, masih seperti biasa. Ibu tidak dapat meresponku seperti sedia kala. Sudah banyak kurintikkan tangis, kuucapkan doa, kubawa ibu ke rumah sakit, dan kusisakan waktuku untuk menemani ibu terapi fisik namun semuanya nihil. Hingga tepat di hari Kamis malam, kuucapkan padaNya bahwa aku berpasrah. Dini hari Jum’at, kurasakan ada yang membelaiku lembut. Kuusap mataku dan kucari tahu siapakah orang itu. Aku terkejut.
“ Ibu? “ Kulihat dengan samar – samar ibu tersenyum sembari membelaiku.
“ Ibu sayang sama kamu. Janji ya, jadi anak yang baik. “
Aku menangis. Aku mengangguk dengan cepat dan semangat, “ Endang janji Bu... Endang janji... Puji Tuhan...,“ Akhirnya, malam itu aku dapat melihat ibu tersenyum.
“ Sudah, Endang tidur lagi. Besok kan sekolah...“
Tidak ada lagi kata bantahan yang dahulu sering kuucapkan pada Ibu. Aku langsung menurut dan tidur di samping ibu sambil menikmati teduhnya belaian kasih ibu. Sayangnya, aku tak menyadari bahwa itu pertanda kalau ibu hendak pergi kembali ke rumahNya. Tepat di hari Jum’at siang ibu berpulang. Kini hanya ada aku, ayah, dan Nayla, adikku. Semua masih terasa hambar tanpa kehadiran ibu.
Walau cita – cita sederhanaku sudah terwujud, tapi aku belum merasa puas. Aku ingin anganku itu tetap ada meskipun kini aku tidak akan dapat melihatnya secara langsung. Aku tetap ingin merasakan senyuman ibu yang melihat kami berbahagia dengan baik. Aku berjanji, akan tetap mewujudkan itu selama – lamanya.