Empat Lelaki
Karya : Cynthia Novelia
Lelaki pertama.
Dialah yang pertama yang membuatku salah tingkah. Dialah yang pertama yang mebuat jantung ini berdegup lebih kencang. Dan, dialah yang pertama yang membuatku patah hati. Tetapi, karena dialah aku banyak belajar kalau keindahan fisik itu sangat dibutuhkan untuk mencari yang namanya ‘sebuah perhatian’.
Sudah sembilan tahun aku mengaguminya. Aku mulai sadar ada cinta yang tumbuh ketika menginjak tahun ke lima. Aku tak berharap lebih. Hanya ingin dekat dengannya. Itu saja. Mungkin, sekedar berteman atau bersahabat saja sudah cukup. Tetapi, hati berkata lain. Terbesit rasa ingin memilikinya. Ternyata, itu semua tidak akan menjadi sebuah kenyataan. Mengapa ? Sudah empat kali aku melihatmu berganti pasangan hati dan tipemu tak jauh berbeda. Dia yang bagai seorang model, dia yang manis, dia yang mempesona, dan dia yang terpandang. Aku ? Tentu sudah terjawab. Termasuk hitungan pun tidak.
Wajahmu yang tampan, sang petualang, tinggi, dan tegap...
Sudahlah, kamu hanya akan menjadi kenangan. Tidak kurang dan tidak lebih.
Lelaki kedua.
Jika boleh aku membandingkan dirimu dengan dia yang pertama, penampilan fisikmu kalah darinya. Tetapi, setidaknya kamu pernah memberiku perhatian, walau... pada raga yang salah.
Sama sekali aku tidak pernah membohongimu. Dia itu aku. Hanya saja, aku yang sekarang tidak sejelita aku yang dulu. Itu semua terjadi karena perjuangan hidup yang membuat aku mengabaikan diriku sendiri. Tapi, yakinlah padaku, dia itu aku... Ya, aku...
‘ Sayang ‘,’ cinta ‘ , dan ‘ Aku padamu ‘ sudah terucap.
Maafkanlah aku yang mungkin egois. Masih sering bayangan dia yang pertama berkelit masuk dalam pikiranku. Aku takut... Jika aku menyambut rasa ini, aku akan sering membandingkan dirimu dan dirinya. Hahaha... aku tahu. Aku ini sepertinya gila, jahat, dan egois. Tapi, itulah aku. Bisakah dirimu menerima diriku apa adanya ? Atau, bisakah kau mengubah sifat ini menjadi lebih baik ?
Pada akhirnya, secara tersirat kau menjawab ‘ tidak ‘...
Pelan – pelan kau
Mundur...
Mundur...
Dan mundur...
Hingga hilang berlalu dari pandangan, hingga hilang dari relung hatiku, dan tidak pernah kembali.
Lelaki ketiga.
Maafkan aku. Sekali lagi maafkan diri ini yang tidak sempurna.
Kamu hanya menjadi jembatan penyebrangan ketika aku lari dari semua kenyataan ini. Kamu terlalu pintar untukku. Tidak mungkin orang sepertimu bisa jatuh hati padaku. Aku berusaha untuk menyukaimu, dan aku pun tidak bisa. Beruntungnya, kamu pun sepertinya tidak membuka hati. Walau kita dekat, walau komunikasi berjalan, tetapi semua terasa hambar.
Kita memutuskan untuk berteman dekat saja.
Dan kita senang dengan keputusan itu.
***
Berhenti !
Dia, lelaki pertama, datang mengunjungiku. Ah... lagi dan lagi. Dia membuatku mengembalikan nostalgia – nostalgia lama yang sudah tersimpan rapi dalam hatiku. Dia datang dengan senyumnya yang kurindukan selama ini. Mata, sinar mata yang tidak pernah kulupakan hingga saat ini. Kembali dia mengobrak – abrik hatiku. Rasa itu kembali. Aku kembali jatuh cinta padanya. Aku berkata pada diriku sendiri, ‘ Dasar wanita rapuh! ‘, dan lalu tertawa menertawakan diri yang lemah tak berdaya oleh karena pesonanya.
Pada akhirnya, ujung cerita yang diciptakan tertebak dengan mudah. Aku melihatnya menjalin tali kesah dengan gadis kelimanya. Perempuan manis tanpa cacat cela pada rupanya. Kini aku menertawai diriku dan berkata pada jiwa ini ‘ Dasar bodoh!, ‘.
Lelaki keempat.
Selama setahun aku tidak mengenal lagi dengan yang namanya cinta. Bagiku cinta antara dua insan tidak akan pernah masuk ke dalam skema kehidupanku. Maka dari itu, aku menyibukkan diriku. Sampai pada akhirnya, lelaki keempat ini datang ke kehidupanku.
Dia bukan seorang yang baru. Aku sudah mengenalnya sejak dahulu. Tetapi, kini dia berbeda. Dia membawa pesona lain dalam kehidupanku. Dia membuatku mengingat kembali tentang...cinta. Ia baik, perhatian, dan pintar. Hampir semua yang kuingini ada padanya. Tahun pertama kita berkomunikasi kembali, ia tidak lupa mengucapkan selamat ulang tahun padaku. Momen terpenting dalam hidupku itu bisa diingatnya. Aku terharu. Ia lelaki pertama yang begitu lembut menyentuh hatiku. Sejak itu, aku yakin kalau aku ... Jatuh hati padanya.
Tetapi...tidak begitu di tahun kedua.
Ia hanya menghubungiku jika ia perlu. Setelah itu dia menghilang tanpa jejak, seakan kami tidak pernah saling mengenal lagi satu sama lain. Apa aku yang terlalu berharap padamu ? Aku ingat, di tahun kedua, kamu tidak mengucapkan sepatah kata pun di hari ulang tahunku.
Aku menyesal telah menumbuhkan benih cinta dihatiku
Aku menyesal mengingat cinta karena dirimu
Aku menyesal masih melihat fajar menyinsing, yang mengingatkan momen diriku dan dirimu.
Kini...semenjak dirimu, sang lelaki keempat, aku tidak percaya lagi dengan yang namanya cinta dua insan.