Gadis Bayangan
Karya : Cynthia Novelia
Kubangan duka telah membawa gadis bayangan pergi ke suatu tempat yang gelap. Gadis bayangan itu berusaha melenyapkan dirinya dari tempat itu. Ya, dia berusaha... Sangat berusaha...
***
Hari itu, Rabu di bulan Oktober, gadis bayangan hendak melarikan diri dari serbuan pelita – pelita semu. Apa daya, harapanya raib seketika. Sang pelita semu menemukannya sedang berdiri dengan lugunya. Satu.. dua.. tiga.. bahkan empat jam terbuang tanpa arti. Hanyalah kicauan kosong yang keluar dari bibir – bibir pendusta. Gadis bayangan tak berdaya. Raganya di sana hanya sebagai penanda bahwa ia ada. Tetapi, jiwanya ? Melayang ke tempat di mana seharusnya ia berada. Memasuki jam kelima, masih dan masih saja ia mendengar kata penuh kesemuan.
“ Kami pelita ! Dan kami akan menuntunmu ke jalan menuju tempat di mana tak ada kesenyapan malam, duka, dan tangis. Bahagia ! Bahagia yang akan kami berikan ! “
“ Sungguh ?” Tanya si gadis bayangan. Ia diam – diam meniti kata demi kata yang terucap sehingga menjadi sebuah rangkaian petunjuk. Semu atau nyata, hanya itulah yang ia car.
“ Sungguh ! “ Jawab pelita semu.
“ Bagaimana caranya ? “ Gadis bayangan ini memang kritis. Tentu, ia tidak mudah terkesima pada suatu hal begitu saja.
“ Ikuti semua apa yang kami katakan ! :
“ Apa saja ? “ tanya gadis itu lagi.
“ Lupakan dirimu ! Lepaskan bayangmu dan jadikanlah kami satu - satunya pelitamu ! ”
Gadis bayangan tersentak. Bagaimana bisa ia melupakan dirinya ? Bagaimana bisa ia melepas bayangannya yang telah melekat ? Dan bagaimana bisa ia mengganti pelita yang jelas – jelas sang mentarilah pelitanya selama ini ? Ia hanya membeku.
Semakin lama, ia tersadar bahwa langkah – langkah mungilnya memang salah. Dia, sang mentari, yang selama ini menyatakan kebenaran. Pengakuan kini tiada gunanya lagi. Yang bisa dilakukan hanyalah berubah.
***
Sang gadis menatap bayang wajahnya yang terpantul dari cermin. Ditamparnya kedua pipi yang lusuh itu.
Bangkit, bangkit, dan bangkit !
Ia kembali pada mentari dan rembulan yang selama ini bersedia mengasuhnya. Penyesalan tidak akan pernah menjamunya lagi, itulah harapannya.
No comments:
Post a Comment